Biometrics Hacking: Risiko Utama, Teknik Serangan, dan Perlindungan

Sumber: www.freepik.com

Seiring meningkatnya penggunaan biometrik, muncul pula ancaman baru yang dikenal dengan istilah Biometrics Hacking. Artikel ini akan membahas berbagai metode peretasan biometrik, serta memberikan tips perlindungan praktis untuk memastikan identitas digital Anda tetap aman.

Dalam era digital yang terus berkembang, teknologi biometrik telah menjadi solusi keamanan yang semakin umum digunakan, baik di sektor konsumen maupun korporasi. Teknologi ini memanfaatkan karakteristik unik individu seperti sidik jari, wajah, retina, hingga suara sebagai metode autentikasi identitas. Dibandingkan dengan kata sandi atau PIN, sistem biometrik menawarkan kenyamanan dan kepraktisan yang lebih tinggi, karena tidak perlu diingat dan sulit untuk dipalsukan—setidaknya secara teori.

Namun seiring dengan semakin luasnya penerapan biometrik, muncul pula kekhawatiran baru: Biometrics Hacking. Topik ini menjadi semakin relevan karena peretasan biometrik bukan hanya ancaman terhadap data, tetapi juga terhadap identitas seseorang secara permanen. Berbeda dengan password yang bisa diganti, data biometrik bersifat tetap seumur hidup, sehingga kebocoran atau penyalahgunaan data ini bisa berdampak serius dan berkepanjangan.

Untuk memahami seberapa besar risiko yang mengintai, penting bagi kita untuk mengenali berbagai jenis ancaman dalam biometrics hacking serta langkah-langkah perlindungan yang bisa dilakukan. Berikut penjelasannya untuk Anda. 

Apa Itu Biometrics Hacking?

Biometrics Hacking adalah upaya untuk mengeksploitasi atau membobol sistem keamanan yang menggunakan data biometrik—seperti sidik jari, pemindaian wajah, iris mata, atau suara—sebagai metode autentikasi. Dalam praktiknya, peretas mencoba meniru, mencuri, atau memanipulasi data biometrik untuk mendapatkan akses ilegal ke sistem atau informasi yang dilindungi.

Berbeda dari peretasan data konvensional yang biasanya menargetkan informasi seperti username, password, atau data kartu kredit yang bisa diganti, peretasan biometrik jauh lebih berbahaya karena menyangkut identitas biologis yang tidak dapat diubah. Ketika sidik jari seseorang berhasil diretas, maka dampaknya bersifat permanen—karena tidak ada opsi “reset fingerprint” seperti halnya mengganti password.

Dalam kehidupan sehari-hari, biometrik semakin sering digunakan dan menjadi bagian dari sistem keamanan digital modern. Beberapa contohnya adalah:

  • Smartphone: Banyak pengguna mengandalkan sidik jari atau pengenalan wajah untuk membuka perangkat mereka dan mengakses aplikasi keuangan.
  • Pintu Keamanan Kantor atau Rumah: Sistem kontrol akses biometrik kini digunakan sebagai pengganti kunci fisik atau kartu akses.
  • Bandara dan Imigrasi: Beberapa negara telah menggunakan pemindaian wajah atau iris untuk mempercepat proses pemeriksaan identitas di bandara.

Meskipun efisien, penggunaan biometrik ini menyimpan risiko jika tidak diimbangi dengan sistem keamanan yang kuat. Oleh karena itu, memahami cara kerja biometrics hacking dan bagaimana melindungi diri dari serangan semacam ini menjadi hal yang sangat penting di era digital saat ini.

Baca Juga: Sistem Keamanan Biometrik: Tantangan yang Perlu Diketahui

Apakah Data Biometrik Bisa Dicuri?

Jawabannya: bisa — dan ketika data biometrik jatuh ke tangan yang salah, kerugiannya bersifat permanen.  Beberapa kasus besar menunjukkan seberapa serius ancaman ini. Misalnya, pada tahun 2019 terjadi kebocoran besar yang mengekspos sekitar 27,8 juta data biometrik, termasuk sidik jari tanpa enkripsi dan data wajah, dari sistem keamanan yang digunakan di bandara, lembaga keuangan, hingga aparat penegak hukum. Tapi pencurian data biometrik tidak hanya terjadi melalui serangan digital. Para pelaku juga mampu “mengambil” sidik jari dari permukaan seperti kaca atau plastik, lalu menduplikasinya menggunakan teknologi cetak 3D beresolusi tinggi.

Selain itu, kemunculan teknologi deepfake berbasis AI dan identitas sintetis membuat ancaman terhadap data biometrik semakin kompleks. Kini, data biometrik tak hanya bisa dicuri, tetapi juga disalahgunakan dengan cara-cara yang sulit dikenali oleh sistem deteksi penipuan tradisional.

Metode Biometrics Hacking

Berikut adalah beberapa metode yang umum digunakan dalam peretasan biometrik:

1. Database Breaches

Sistem biometrik biasanya menyimpan data referensi (seperti sidik jari) dalam database. Jika sistem penyimpanan tersebut tidak dilindungi dengan baik, peretas dapat mencuri data biometrik tersebut. Kebocoran semacam ini menciptakan risiko jangka panjang karena data biometrik bersifat permanen dan tidak bisa diganti seperti kata sandi.

2. Fake and Synthetic Biometrics

Ciri-ciri biometrik bisa dipalsukan menggunakan cetakan, replika buatan, atau rendering digital. Sayangnya, dengan semakin mudahnya alat pembuat replika di pasaran, penyerang kini bisa membuat tiruan ciri fisik tanpa harus punya peralatan yang canggih. 

3. AI-Generated Deepfakes

Dengan bantuan AI, khususnya teknologi seperti GAN (Generative Adversarial Networks), pelaku bisa membuat deepfake berupa suara, video, atau gerakan wajah yang sangat mirip dengan aslinya. Ini dapat digunakan untuk menipu sistem verifikasi berbasis suara atau video.

4. Pencurian Data Biometrik 

Data biometrik, seperti sidik jari atau gambar wajah, bisa dikumpulkan dari sumber-sumber publik, misalnya dari foto yang diunggah ke media sosial atau dari barang-barang bekas yang dibuang (seperti gelas, botol, atau benda lain yang menyimpan jejak sidik jari). Setelah data ini diperoleh, pelaku bisa menggunakannya untuk membobol sistem keamanan biometrik—terutama jika data tersebut dikombinasikan dengan teknik sintetis (seperti pemalsuan digital) atau replay attack (mengulang data autentikasi yang sudah pernah direkam sebelumnya) agar sistem tertipu dan menganggap pelaku sebagai pengguna yang sah.

5. Memanfaatkan Mekanisme Bypass

Banyak sistem keamanan menyediakan metode alternatif atau fallback untuk verifikasi, seperti pemeriksaan dokumen atau verifikasi data statis (misalnya tanggal lahir, nomor identitas). Metode ini disediakan agar pengguna tetap bisa mengakses sistem jika, misalnya, pemindaian sidik jari atau wajah gagal. Namun, mekanisme cadangan ini umumnya memiliki tingkat keamanan yang lebih rendah dan tidak seketat verifikasi biometrik. Karena itulah, penipu sering menjadikan jalur ini sebagai target karena lebih mudah dimanipulasi atau disalahgunakan untuk mendapatkan akses secara ilegal.

Baca Juga: Perbedaan MFA vs 2FA: Mana yang Efektif untuk Keamanan Siber Perusahaan Anda?

Tips Perlindungan dari Biometrics Hacking

1. Gunakan Sistem Biometrik yang Terenkripsi

Pastikan bahwa semua data biometrik disimpan dalam format terenkripsi dan hanya dapat diakses oleh sistem otentikasi yang aman. Hindari penyimpanan data secara mentah atau tanpa proteksi tambahan.

2. Simpan Data Secara Terdesentralisasi

Menyimpan data biometrik di satu lokasi (basis data terpusat) meningkatkan risiko jika terjadi pelanggaran. Gunakan pendekatan decentralized storage atau on-device storage untuk mengurangi potensi kerugian besar.

3. Terapkan Multi-Factor Authentication (MFA)

Jangan hanya mengandalkan biometrik. Kombinasikan dengan lapisan keamanan tambahan seperti kode OTP, PIN, atau autentikasi berbasis perangkat untuk memperkuat proteksi.

4. Rutin Melakukan Penetration Testing

Salah satu cara paling efektif untuk mendeteksi potensi celah keamanan dalam sistem autentikasi biometrik adalah dengan melakukan penetration testing (pentesting). Melalui simulasi serangan dunia nyata, tim profesional seperti LOGIQUE dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi kelemahan sistem sebelum dieksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab.

5. Pantau Aktivitas Login dan Audit Sistem Secara Berkala

Gunakan sistem monitoring yang dapat mendeteksi aktivitas mencurigakan. Dengan demikian Anda bisa mengetahui upaya login tidak wajar, penggunaan data biometrik yang tidak sesuai, atau serangan berulang dari IP tertentu.

6. Tingkatkan Kesadaran Pengguna

Edukasi pengguna tentang risiko biometrics hacking. Contohnya seperti bahaya membagikan foto berkualitas tinggi di media sosial yang bisa dimanfaatkan untuk deepfake atau spoofing.

7. Gunakan Teknologi Anti-Spoofing

Pastikan sistem biometrik Anda dilengkapi dengan teknologi pendeteksi spoofing. Contohnya seperti deteksi kedalaman, pendeteksian gerakan mata, atau verifikasi hidup (liveness detection) untuk membedakan antara data biometrik asli dan palsu.

Baca Juga: Apa Itu Spoofing? Bagaimana Cara Menghindari Serangan Ini ?

Melindungi sistem biometrik bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal strategi dan kesiapan menghadapi berbagai bentuk serangan. Dengan mengombinasikan enkripsi, kebijakan akses yang kuat, edukasi, serta dukungan jasa pentesting profesional dari LOGIQUE, Anda dapat menjaga keamanan digital secara menyeluruh dari ancaman biometrics hacking.

Ingin pastikan sistem Anda aman? Konsultasikan kebutuhan pentesting Anda bersama tim keamanan siber LOGIQUE.

Feradhita NKD
Feradhita NKD

https://www.logique.co.id/blog/author/feradhita/

Hai! Saya adalah content writer berpengalaman dengan minat mendalam di dunia teknologi. Saya senang menjelajahi tren terbaru di dunia IT, pentest, keamanan siber, dan menerjemahkan informasi teknis menjadi tulisan yang menarik. Dengan fokus pada kebutuhan audiens dan penggunaan bahasa sederhana, saya berusaha menyajikan informasi kompleks dengan cara yang mudah dipahami.